07 Februari 2008

Implementasi Tri Darma Perguruan Tinggi

طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Pendidikan dan keterampilan di era globalisasi merupakan urgensi yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, perkembangan zaman dan kemajuan tekonologi menuntut keilmuan yang kompetitif dan kompetensif, karena jika tidak bangsa ini akan menjadi bola pimpong teknologi dan kemajuan jaman yang terus berubah. Hal ini menjadi sangat esensial dalam menyongsong kehidupan yang lebih layak dan berwibawa. Oleh karena itu pula, mencari ilmu kejenjang yang lebih tinggi menjadi wajib. Kewajiban menuntut ilmu yang awalnya tidak wajib kemudian menjadi wajib, dijelaskan oleh Ibrahim bin isma'il 1:

اعلام بانه لايفترض على كل مسلم ومسلمة طلب كل علم وانما يفترض عليه طلب علم الحال كما يقال افضل العلم علم الحال وافضل العمل حفظ الحال ويفترض على المسلم طلب علم مايقع له في حاله في ايّ حال كان....

Demikian juga seperti yang dikatakan oleh Quraish Sihab; "Ilmu serta hasil pemikiran para intelektual baru akan relevan, sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan segala aspek kehidupan yang terus berkembang dan meningkat, bila dirangkaikan dengan segi-segi praktis (teknologi) " 2

Namun dalam perkembangannya, pendidikan di semua rata-rata perguruan tinggi mengalami kendala, dari mahalnya pendidikan, adminimistrasi yang amburadul, sarana dan prasarana yang kurang mendukung sampai dengan kemampuan dan keprofesionalan tenaga pengajar yang perlu dipertanyakan. Kendala-kendala tersebut terkadang sangat mengecewakan para pencari ilmu yang telah memutuskan diri menjadi mahasiswa. Sehingga menjadi ironis, karena tidak sedikit dari mahasiswa yang tidak dapat ditarik manfa'at oleh masyarakat akan kecerdasan intelektualitasnya dalam memberikan perumusan dan penjabaran masalah yang kerap terjadi di lingkunagn masyarakat, selaras dengan artikulasi dan hakikat pengabdian mahasiswa yang berfungsi sebagai filter dan pendamping masyarakat (agent of change) ataupun sebagai audio visual transformasi .

Efektifitas dan efesiensi transfer keilmuan akan menjadi relevan apabila ada singkronisasi antara lembaga dan mahasiswa dalam penghormatannya akan hak dan kewajiban, artinya selain dosen yang betul-betul memiliki skill dan professionalisme membimbing mahasiswa, lembaga juga dituntut akan penyediaan sarana dan prasarana yang representative yaitu sesuai dengan perkembangan teknologi dan perubahan jaman, sebagai penunjang proses mencetak mahasiswa yang memiliki life skills, kompetitif, berakhlakul karimah dan bertakwa kepada Allah, SWT. Di sisi lain, mahasiswa harus pro aktif dalam mengintensifikasikan keilmuannya, seperti membaca, menulis, diskusi dan bentuk-bentuk penelitian ilmiah lainnya, yang tentunya dengan tidak bersikap eskapisme dari tanggung jawab kepada pihak lembaga penyelenggara pendidikan. Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, system dan management transfer pendidikan dapat tercapai, menurut Ali bin Abi Tholib, ra., harus memenuhi enam syarat, yang tertuang dalam syairnya :3

الا لا تنال العلم الا بستّة # سأنبيك عن مجموعها ببيا
ذكاء وحرص واصطبار وبلغة # وإرشاد استاذ وطول زمان

Tanpa menanggalkan Al Quran dan Al Hadits, kita dituntut untuk terus berpacu menuju tercapainya cita-cita social sesuai dengan kebutuhan. Seperti yang ditulis oleh Sir Said Ahmad Khan " …. Kita harus meniru orang arab zaman dahulu, yang tidak takut akan kehilangan Imannya karena mempelajari kitab pythagoras "4. Demikianlah ikhtiyar keilmuan yang seharusnya, penataan nilai-nilai social dan disiplin ilmu harus di dasarkan pada niat, semangat dan system management yang benar dan kebutuhan masyarakat.

Untuk itu, mahasiswa dituntut Mengamalkan dan MENGIMPLEMENTASIKAN TRI DARMA PERGURUAN TINGGI secara baik dan benar, tetapi hal ini menjadi sangat aneh, karena jangankan untuk mengamalkan, setelah didasarkan pada fakta empiris, ternyata 80% MAHASISWA TIDAK HAFAL TRI DARMA PERGURUAN TINGGI, sehingga Ibarat Awan Tidak Menghasilkan Hujan. Sungguh terlaaaluu !

Oleh : Huzaini Muddin

2 komentar:

  1. sebenarnya tri darma itu bisa terwujud dengan ideal kalo pihak perguruan tinggi juga menghargai pendidikan dengan sebenarnya
    tapi mayoritas perguruan tinggi justru seolah cuma mementingkan aspek komersial & gengsi
    jadi yg belajar di situ kebanyakan ya borju2 yg cuma ngejar titel aja
    sementara orang2 yg kurang mampu tapi serius pingin belajar & mengaplikasikan ilmunya di masyarakat, malah gak bisa kuliah
    jadilah.. sarjana indonesia kebanyakan cuma tonk kosonk
    gitu.. kan? kan? kan? :D

    BalasHapus
  2. yap setuju dan ikut merasakan maklum biaya kuliah mandiri :). tapi tidak dipungkiri juga ada banyak faktor lainnya diantaranya dukungan pemerintah yang menomorseratuskan dunia pendidikan, pasti gak asing deh ttg hal ini. kalo negara bilang 21% anggaran u/ dunia pendidikan ya pemerintah manut gak peduli utang negara sekian M, harga minyak dunia naik, dlsb... kalo rakyatnya pinter kan gak bakalan ada yg mau minta2 pasti gengsi & mau kerja keras. tp gak tahu lah, yg penting kuliah yg bener. bisa kuliah aj udah syukur.

    BalasHapus